Kamis, 26 Maret 2009

Asean Economic Community : Simbol Regionalisasi atau Jeratan Ekonomi ?

Konferensi Tingkat Tinggi IX ASEAN di Bali tahun 2003 lalu merupakan sejarah baru bagi kawasan Asia Tenggara, karena mengusung tiga pilar kerjasama yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Dalam pertemuan itu menghasilkan blue print AEC yang intinya bahwa ASEAN sebagai pusat perdagangan regional yang terintegrasi dan dapat disejajarkan dengan Masyarakat Uni Eropa.
Dalam blue print tersebut terdapat empat prioritas dalam kerangka AEC yaitu adanya arus barang dan jasa yang bebas (free flow good services), ekonomi regional yang kompetitif (competitive economic region), perkembangan ekuitas ekonomi (equitable economic development), dan integrasi memasuki ekonomi global (full integration into global economy). Blue print menggambarkan sebuah kesiapan dan langkah yang harus dicapai dan jadwal pembentukan AEC. Namun, implementasinya tidak "semulus" itu. Diperlukan keterlibatan aktif masyarakat sipil di kawasan ini, bahwa pembentukan komunitas itu merupakan suatu kebutuhan. Merujuk pada kasus Uni Eropa dimana belum sepenuhnya terintegrasi. Mereka bukan hanya membutuhkan waktu yang panjang guna bisa menyatukan diri sebagai sebuah komunitas besar , tetapi juga upaya sosialisasi yang sangat melelahkan dan membutuhkan dana yang banyak pula. Tidaklah mungkin memasuki pasar bebas dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang begitu tinggi.
Oleh karena itulah dalam blue print AEC disebutkan telah memberikan kesempatan negara-negara yang belum siap menghadapi perdagangan bebas ini. Setiap enam bulan antara anggota ASEAN akan melakukan pertemuan guna mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan akan membantu negara-negara yang belum siap seperti Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Dalam blue print ini setidaknya terdapat 12 sektor yang menjadi prioritas integrasi dalam AEC yaitu produk industri, jasa penerbangan, otomotif, E-ASEAN, elektronika, perikanan, peralatan kesehatan, produk berbahan baku karet, tekstil dan garmen, pariwisata, produk berbahan baku kayu, dan jasa logistik.
Kebersamaan dan kekompakan ASEAN juga diperlihatkan dalam menyelesaikan masalah-masalah bilateral dan regional. Seperti penyelesaian kasus TKW Indonesia dengan Malaysia, masalah penyelesaian konflik Myanmar, hingga menyelesaikan masalah terorisme internasional. Dengan adanya AEC, maka segala bentuk pajak dan tarif dihilangkan berdasarkan prioritas sektor yang disetujui, sedangkan segala faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal diijinkan bergerak bebas melewati tapal batas sepuluh negara anggota malalui pasar bersama. Menurut Eddy Maszudi, Ketua Umum Centre Strategic for Development ang International Relations, fungsi pasar bersama adalah meningkatkan ekonomi melalui konsolidasi kebijakan. Namun realitasnya yang terjadi di ASEAN justru terdapat dua hal yang saling bertentangan. Pertama, anggota menghapuskan hambatan perdagangan di antara mereka sehingga barang-barang mengalir secara bebas dalam perdagangan. Kedua, mereka malah sepakat mamberlakukan negara lain dengan satu kebijakan ekonomi tunggal. Kebijakan-kebijakan ekonomi mereka terhadap negara bukan anggota tidak hanya terkoordinasi tetapi juga serupa dan dilaksanakan secara bersama. ASEAN kemudian menjadi incaran banyak negara seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan berlomba untuk membangun perdagangan bebas dengan ASEAN. Seharusnya hal ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan ASEAN agar tidak hanya menjadi penonton dari perdagangan bebas ini.
Bagi Indonesia sendiri, perlu secara bertahap melakukan program reformasi untuk memperbaiki iklim investasi, memperbaiki birokrasi dan program-program efisiensi. Salah satu implementasinya adalah pada "ASEAN Single Window", yang memperbaiki dan memudahkan sistem birokrasi dan efisiensi kerjanya. Menurut Hasan Wirayuda, peran dan kesadaran dari para pembuat kebijakan diperlukan untuk memulai semua ini. Mereka tidak bisa hanya muluk-muluk dalam ide, tetapi bagaimana mengimplementasikannya, sehingga masyarakat Indonesia benar-benar bisa menjadi bagian dari komunitas ASEAN seperti yang telah dicita-citakan.
Salah satu kritik yang sekarang ini mencuat adalah tentang kesungguhan para pemimpin ASEAN menjadikan kawasan ini sebagai kawasan bisnis. Pemerintah negara-negara ASEAN dikritik tidak memiliki visi yang berorientasi bisnis. Kerjasama ekonomi dan perdagangan diantara sesama anggota ASEAN dinilai belum solid. Pelaksanaan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) mengalami kemacetan. Padahal AFTA dianggap uji coba untuk menuju pembentukan AEC.
Dalam bidang politik pun, kehidupan demokrasi sebagai barometer kerjasama di negara anggotanya belum terealisasi. Contoh di Myanmar, ASEAN disoroti karena gagal membujuk salah satu anggotanya. Edi Maszudi juga menjelaskan selama ini ASEAN selalu bangga dengan paradigma noninterfence principle. Artinya bahwa anggota ASEAN tidak boleh dan tidak akan melakukan campur tangan terhadap konflik internal. Prinsip semacam ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sebab dalam era globalisasi, demokratisasi dan HAM, sekecil apapun peristiwa politik dalam suatu negara akan berpengaruh terhadap pasar modal. Sedangkan dunia pasar modal adalah masyarakat global, sehingga perlu dilakukan standarisasi demokrasi, HAM, dan sistem ekonomi.
Langkah menuju masyarakat ASEAN yang demokratis, berkeadilan, tertib dan aman tentu membutuhkan proses panjang. Meskipun modernisasi bukanlah westernisasi, kemajuan ekonomi, prinsip demokrasi, berkeadilan, dan keamanan yang terkendali.. integrasi ini, dikalangan negara-negara ekonomi pasar membutuhkan suatu proses panjang dan sulit. Namun semua ini tergantung pada niat dari masing-masing negara dalam memajukan kawasan ini.
Terlepas dari semua itu, seperti yang dijelaskan Bapak Djoko Susilo, anggota komisi I DPR RI, peran individu juga mempunyai pengaruh besar dalam realisasi AEC ini. Individu harus siap bersaing dalam perdagangan bebas ini dan memajukan kawasan dalam tatanan regional yang ada di dunia.

Referensi:

• ASEAN Economic Community Blueprint
• http://www.suaramerdeka.com/harian/0310/07/khal.htm, diakses tanggal 10 Juni 2008.
• http://64.203.71.11/kompas-cetak/0310/07/opini/609704.htm, diakses tanggal 10 Juni 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar