Senin, 21 Juni 2010

Summary Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat

Pendahuluan
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini sebagian pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik melalui simpanan maupun pinjaman dana. Situasi demikian menandakan bahwa BPR memiliki posisi strategis untuk mengatasi persoalan diatas karena BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Peningkatan pesat total aset industri BPR dari tahun ke tahun mendorong Bank Indonesia untuk mengeluarkan Cetak Biru BPR ini agar perkembangan BPR tetap sejalan dengan tujuan awal BPR, yakni sebagai bank yang melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Sebagaimana yang dijelaskan pada Cetak Biru tersebut, keberadaan BPR telah ada sejak abad ke-19, dan pada tahun 1988 merupakan momentum awal pendirian BPR (PAKTO), kemudian kejelasan landasan hukum baru terbentuk sejak adanya UU. No. 7 tentang Perbankan tahun 1992. Ini berarti bahwa keberadaan BPR tidak lagi dipandang sebelah mata hanya sebagai lembaga keuangan biasa, namun juga berperan besar dalam memperkuat fondasi ekonomi melalui industri perbankan.

Data Kuantitatif Perkembangan Industri BPR
Jumlah BPR mengalami peningkatan, yakni dari sebelum PAKTO sebanyak 423 BPR hingga pada tahun 2001 mencapai 2.355 BPR. Namun, setelah itu mengalami penurunan hingga pada periode Juli 2006 mencapai 1.935 (Cetak Biru BPR, 2006: 7). Menurut Cetak Biru, penurunan tersebut terjadi karena sebagian BPR tidak dapat menyesuaikan kebijakan Bank Indonesia mengenai tingkat kesehatan bank dan kewajiban penyediaan modal minimum.
Walaupun terjadi penurunan jumlah BPR, jumlah kantor BPR justru meningkat. Ini menunjukkkan bahwa jangkauan pelayanan masyarakat tidak berdampak linier dengan jumlah BPR yang menyusut. Selain itu BPR memiliki daya tahan yang tangguh pada saat krisis tahun 1988.
Tren positif BPR pasca krisis ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang memberikan peluang pendirian BPR, deregulasi perbankan yang memperbesar ruang gerak BPR dan kebutuhan masyarakat di daerah pedesaan dan daerah marjinal perkotaan terhadap pelayanan perbankan. Dari data yang disajikan pada Cetak Biru tersebut, pertumbuhan total aset, kredit dan dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan yang signifikan dari Desember 2001 hingga Juli 2006 dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan bank umum (Cetak Biru BPR, 2006: 8). Ini menunjukkan kemampuan BPR yang semakin meningkat dalam melayani nasabahnya serta semakin jelas eksistensinya di masyarakat.
Dari segi Loan to Deposit Ratio (LDR) sejak 2001 hingga 2006, untuk BPR tingkat LDR-nya lebih tinggi dibandingkan bank umum. Ini berarti bahwa BPR lebih mampu menyalurkan dana yang dimilikinya. Dari sisi Non Performing Loan (NPL), dan Return On Asset (RoA) BPR juga masih lebih baik dibandingkan bank umum.
Secara nasional, tingkat kesehatan BPR cukup baik yakni mencapai 82,9% dari seluruh jumlah BPR. Kemudian, BPR telah menjawab stereotype negatif tentang penyaluran kreditnya. Dari data yang ada, memang benar bahwa BPR menyalurkan kredit untuk keperluan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan lain-lain yang diartikan tergolong dalam kredit konsumtif. Padahal kenyataannya kredit tersebut digunakan untuk produktif, seperti keperluan rumah tangga untuk berjualan, kendaraan bermotor untuk ojek, dan lain-lain.
Industri BPR juga memiliki dukungan infrastruktur untuk berperan dalam pengembangan dan kinerja BPR, antara lain Asosiasi BPR, Lembaga sertifikasi, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Peluang dan Tantangan
Berikut merupakan beberapa peluang yang dimiliki BPR. Pertama, keunggulan komparatif, yakni keunggulan BPR terhadap bank umum terutama mengenai prosedur pelayanan sederhana, proses yang cepat dan skim kredit yang fleksibel.BPR juga lebih mengenal kondisi customer yang mungkin tidak terjangkau oleh bank umum.
Kedua, potensi pasar yang besar, yakni sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat pedesaan yang mana menguasai 56,5% dari seluruh populasi penduduk. Jumlah tersebut adalah yang belum tersentuh oleh pelayanan perbankan dan ini merupakan peluang bagi BPR. Ketiga, potensi kerjasama keuangan dan lembaga lain, yakni melakukan linkage program dengan bank umum. Keempat, dukungan dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan peran UMK dan masyarakat pedesaan dalam perekonomian nasional.
Sedangkan tantangan yang dihadapi BPR adalah penguatan permodalan BPR, peningkatan efisiensi BPR, masalah likuiditas dan pendanaan, persaingan usaha, peningkatan penyebaran dan jangkauan BPR dan perlindungan nasabah, namun tantangan tersebut akan dapat dilalui jika BPR memegang teguh peraturan-peraturan pemerintah.

Visi, Misi, Karakteristik BPR, serta Strategi BPR
BPR memiliki visi mewujudkan industri BPR yang sehat kuat, produktif dan dipercaya untuk melayani UMK dan masyarakat, khususnya di pedesaan guna mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Sedangkan misinya adalah menciptakan kondisi kondusif yang mendorong peningkatan kinerja dan pelayanan BPR kepada UMK dan masyarakat setempat, terutama di wilayah pedesaan.
BPR diharapkan semakin dapat meningkatkan produktifitas melalui intermediasi masyarakat mikro. Oleh karena itu BPR perlu didukung dengan kemampuan teknis mengenai sektor yang dibiayai, modal yang kuat, serta kemampuan menghimpun dana masyarakat. Bank Indonesia menjaga BPR agar tetap memiliki karakter yang spesifik yakni sebagai bank lokal yang berkantor di satu provinsi dengan kegiatan usaha terbatas, fokus kepada UMK dan masyarakat pedesaan, menyebar secara merata seluruh Indonesia, memiliki modal kuat, mendayagunakan teknologi demi pelayanan nasabah, dan diperbolehkan mengikuti sistem pembayaran tidak langsung.
Selain itu, Bank Indonesia membuat strategi penguatan dan peningkatan peran BPR dengan cara memperkuat kelembagaan, meningkatkan kualitas pengaturan, meningkatkan efektifitas sistem pengawasan, mendorong kualitas tata kelola, manajemen dan operasional yang sehat dan professional, mewujudkan infrastruktur pendukung industri BPR yang efektif dan mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah.

Program Kerja
Bank Indonesia telah menetapkan program kerja untuk BPR yang terbagi dalam 6 strategi. Strategi pertama adalah memperkuat kelembagaan. Strategi ini berisi bagaimana BPR dalam memperkuat permodalan, exit strategy, birokrasi pembukaan kantor cabang, dan mendorong linkage program dengan lembaga keuangan lainnya. Strategi kedua adalah menigkatkan kualitas pengaturan. Strategi ini berisi ketentuan tentang penyempurnaan ketentuan modal disetor, melakukan evaluasi dalam penilaian kesehatan bank, dan melakukan penelitian dalam pengembangan BPR.
Strategi ketiga adalah meningkatkan sistem pengawasan. Dalam strategi ini, hal yang diutamakan adalah berupa perbaikan dalam ranah sistem informasi dan juga peningkatan kompetensi pengawas. Strategi keempat adalah mendorong kualitas governance, manajemen dan operasional yang sehat dan profesional. Ini artinya bahwa BPR harus mengimplementasikan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus berusaha untuk menetapkan aturan sendiri demi kemajuan BPR tersebut.
Strategi kelima adalah mewujudkan infrastruktur pendukung BPR. Dalam hal ini, BPR harus aktif dalam forum-forum resmi maupun aktif mengikuti organisasi yang melingkupi BPR. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme BPR. Strategi keenam adalah mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah, hal ini bertujuan untuk maintenance nasabah dan meningkatkan kepercayaan nasabah melalui transparansi informasi produk.

Analisys & Conclusion
Berdasarkan hal yang telah dijabarkan Bank Indonesia dalam Cetak Biru BPR tersebut, dapat diketahui bahwa BPR merupakan lembaga keuangan berbentuk bank yang mempunyai posisi strategis dalam melayani masyarakat pedesaan yang mayoritas terkategori pada sektor mikro. Selain itu, seperti yang dijelaskan pada Bab II, BPR memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan Bank Umum. Ini menandakan bahwa sektor mikro merupakan prospek strategis dalam mengembangkan industri perbankan. Ditambah lagi, pemerintah telah menunjukkan keseriusan dalam mengembangkan BPR melalui Cetak Biru ini. Regulasi pemerintah memang sangat dibutuhkan untuk melindungi eksistensi BPR.
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini sebagian pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik melalui simpanan maupun pinjaman dana. Pemerintah berharap BPR dapat meng-cover mereka dengan segala pelayanan terbaiknya. Hal ini merupakan peluang emas bagi Bank Andara untuk merangkul semua BPR demi mewujudkan misi sosialnya.
Oleh karena itu, linkage program bersama BPR lebih efektif ketimbang memberikan pelayanan (retail) terhadap masyarakat miskin. Dengan demikian dapat meningkatkan efektifitas kinerja Bank Andara dan meningkatkan perekonomian di sektor mikro melalui pemantauan terhadap BPR tersebut.