Selasa, 24 Maret 2009

APEC : Pelopor Kebijakan Subsidi Sumber Daya Alam

Subsidi merupakan salah satu cara untuk campur tangan dalam urusan perekonomian negaranya. Adanya subsidi tersebut berguna bagi masyarakat kurang mampu agar berimplikasi pada peningkatan pola konsumsi masyarakat. Pada akhirnya menyebabkan eksploitasi yang berlebihan yang mempercepat degradasi lingkungan.. Untuk itulah diperlukan perhatian dunia akan masalah yang mengancam tersebut termasuk juga APEC sebagai sebuah forum yang sebagian besar anggotanya menerapkan subsidi pada sumber daya alam.
Subsidi dalam jumlah besar diterapkan pada sejumlah komoditas seperti pada batu bara, perikanan, agrikultur di dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Dalam hal perdagangan dan lingkungan, subsidi diartikan sebagai intervensi pemerintah untuk mendistorsi pasar yang bertujuan menurunkan biaya produksi sejumlah barang atau malah meningkatkannya. Contoh kasusnya adalah pada beberapa negara penghasil batu bara. Pada negara-negara ini diterapkan proteksi impor batu bara. Tujuannya untuk melindungi harga batu bara domestik. Hal yang sama juga pernah diterapkan pada bidang perikanan dan sumber daya alam gas.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gareth Porter, bahwa terdapat tiga pendekatan berbeda yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan aturan internasional dalam melihat pasokan subsidi sumber daya alam yaitu pendekatan perdagangan, pendekatan konservasi dan pendekatan supremasi hukum. Pendekatan lainnya adalah dengan menciptakan isu lingkungan pada perjanjian yang berkaitan. Tujuannya untuk menciptakan perjanjian ”free standing” bertujuan melindungi sumber daya alam. Pendekatan kedua adalah dengan adanya konvensi-konvensi yang bersifat konservasi pada lingkungan: Sedangkan pada pendekatan terakhir ialah dengan menciptakan soft law tentang subsidi pada sumber daya alam yang antara lain melalui United Nation Conference on Environment and Development (UNCED). Pada akhirnya UNCED memunculkan United Nation Environment Program (UNEP) yang menghasilkan sejumlah instrumen supremasi hukum.
Dalam skala yang lebih kecil, APEC diharapkan bisa mengambil alih peran UNEP. Bagaimanapun, berbicara mengenai subsidi tidak lepas dalam ruang lingkup ekonomi politik internasional, dimana masing-masing negara mempunyai otoritas politik untuk mengambil suatu kebijakan demi kesejahteraan masyarakatnya.
Ada dua teori yang mencoba membedah mengenai peran negara dalam memberikan subsidi. Pertama, liberalisme dari John M. Keynes yang mengatakan bahwa perekonomian pasar merupakan suatu keuntungan bagi setiap individu, oleh karena itu untuk memperoleh manajemen yang lebih baik seharusnya dengan bijaksana diatur oleh negara (Sorensen 2004:237). Kedua, dari kaum merkantilis yang mengatakan bahwa negara harus memelihara kepentingan nasionalnya dari keadaan dunia yang anarki sebab hal itu merupakan unsur penting dalam keamanan nasionalnya (Gilpin 1987: 32).
Dari teori diatas semuanya disebutkan bahwa negara seyogyanya memberikan proteksi terhadap rakyatnya baik dalam bentuk pemberian subsidi atau dalam bentuk lain. Namun pemberian subsidi hanya jika negara tersebut tidak berada dalam kondisi yang stabil. APEC merupakan bentuk kesepakatan bersama dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik dalam kebijakan subsidi sumber daya alam. Untuk itulah, organisasi kawasan ini mempunyai tanggung jawab dalam kestabilan ekonomi anggota-anggotanya.
Referensi:
• Jackson, R dan Sorensen, G. (2004). Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Studi.
• Gilpin, R. (1987). The Political Economy of International Relations, Princeton, NJ: Princeton University Press.
• Porter, G. Journal of Environmental & Development, Vol.6, no.3, September 1997, pp.276-291, Sage Publications, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar