Jumat, 11 Desember 2009

Post-Fordism : Era Menuju Informational Economy

Manuel Castells mempercayai adanya revolusi atau perubahan dramatis dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi. Perubahan ruang aktifitas mayoritas manusia di dunia dari ruang konvensional menuju ruang komunikasi virtual menjadi argumen penguatnya bahwa revolusi invormasi telah melahirkan kapitalisme informasi. Berangkat dari ideologi post-Marxist, Manuel Castells berusaha menggambarkan perubahan tersebut dari pemikiran Marx tentang capitalist mode of production dan “memodifikasi” menjadi informational mode of development dengan tetap membawa tiga aspek pokok, yakni market economy, production for profit, dan private ownership.

Masyarakat informasi sebagai hasil revolusi masyarakat industri menghasilkan perubahan strata yang beliau sebut sebagai kapitalisme tanpa kelas. Revolusi informasi menurut Castells, menyebabkan perubahan pola dari integrasi vertikal ke horisontal. Semua pelaku ekonomi dapat menjadi owner maupun buruh informasi yang melakukan berbagai peran ekonomi sekligus seperti produksi informasi, distribusi informasi, perencanaan, operasionalisasi serta konsumsi informasi. Namun, apa yang digambarkan oleh Castells dianggap sesuatu yang utopis oleh sebagian kalangan. Daniel Bell mengatakan bahwa Castells terlalu terburu-buru berargumen telah terjadi perubahan partikular pada sistem sosial, ini hanyalah perubahan etika kultural yang disebabkan oleh teknik dan teknologi produksi.

Jika apa yang dicita-citakan Castells mengenai informational capitalism belum sepenuhnya terjadi, maka era perubahan ini oleh Frank Webster dinamakan sebagai era post-Fordism. Berbeda dengan pemikiran Castells yang mengedepankan perubahan hubungan sosial antar manusia, Frank Webster lebih menitikberatkan pada adanya transisi dari fordisme menuju pos-fordisme dan kontinuitas dari mode of production bukan pada dampak perubahannya. Ini merupakan sebuah pendekatan yang berbeda dari Castells dalam menjelaskan informasi ekonomi karena pijakan awal argumen dari Frank Webster adalah Keynesian, bukan post-marxis seperti halnya Castells dan Daniel Bell.

Rezim Fordist (1945-1973)

Keynesian mempercayai adanya interkoneksi antara ekuilibrium produksi dan konsumsi dengan intervensi dari pemerintah. Harmoni ekonomi akan terjadi jika ada keseimbangan diantaranya. Sedangkan Ford merupakan pelopor teknik produksi masal yang berdampak pada keseimbangan antara produksi dan konsumsi. Era fordist-keynesian mempunyai beberapa elemen kunci sebagai berikut:

1. Produksi masal adalah keunggulan bagi perekonomian. Menurutnya, semakin banyak jumlah produksi akan lebih banyak meraih keuntungan (dengan metode yang efektif a la Ford). Dengan mencontohkan pertumbuhan ekonomi Inggris karena kemajuan industri manufakturnya di tahun 1960-an yang banyak menyerap tenaga kerja.

2. Kelompok yang paling dominan pada saat itu adalah pekerja-pekerja industri. Masih terdapat disintegrasi vertikal antara manajemen dengan pekerja-pekerja industri tersebut.

3. Konsumsi berbanding lurus dengan jumlah produksi. Fase konsumsi merupakan kelanjutan dari hasil produksi.

4. Terdapat oligopoli oleh negara-negara yang mempunyai sektor ekonomi yang dominan seperti elektronik, fashion, ritel, dan mesin.

5. Legitimasi atau persetujuan pemerintah menjadi dominan dalam menentukan kebijakan ekonomi seperti pembatasan kuota, embargo dan subsidi komoditi produksi.

Era fordism tidak bertahan lama sejak adanya krisis ekonomi yang diakibatkan intervensi pemerintah pada tahun 1970-1973. Faktor utama yang menyebabkan runtuhnya era fordism dan munculnya era post-fordism adalah adanya globalisasi. Globalisasi sendiri digerakkan dan di konstruksi oleh korporasi transnasional. Jenis globalisasi meliputi globalisasi pasar, globalisasi produksi, globalisasi finansial dan globalisasi komunikasi.

Rezim Post-Fordist (era teknologi informasi)

Post-fordism muncul sebagai jalan baru yang berpedoman pada pengendalian informasi. Post-fordism juga memiliki beberapa pernyataan yang berbeda dengan fordism:

1. Sistem manajemen tidak hanya disintegrasi vertikal antara manajer dengan buruh, namun juga terdapat hubungan horisontal karena beberapa perusahaan mempunyai franchise dan kerjasama produksi di luar negara. Ini tidak seperti yang dikatakan Castells bahwa terjadi perubahan manajemen dari vertikal menuju horisontal.

2. Salah satu komponen esensial dari globalisasi ekonomi adalah pengendalian sektor finansial global dengan adanya kemajuan teknologi informasi.

3. Proses produksi dan konsumsi berjalan efektif dan efisien. Tidak lagi diperlukan ruang komunikasi konvensional karena semua proses produksi, distribusi dan selera konsumen dapat dikontrol dari tempat manajer berada melalui sistem otomasi dan komputerisasi.

4. Akses informasi lebih dominan daripada memfokuskan diri pada produksi masal. Terdapat perubahan dari produksi dan konsumsi masal menjadi produksi dan konsumsi yang fleksibel sesuai permintaan pasar. Karena tidak lagi berfokus pada produksi masal, maka akan mengakibatkan spesialisasi yang fleksibel dibandingkan era fordism.

Kemajuan teknologi informasi juga berakibat negatif pada jumlah tenaga kerja. Para pemilik korporasi transnasional akan dengan mudah memindahkan lapangan produksi di berbagai negara, dan akan dapat menambah jumlah pengangguran pada negara yang ditinggalkannya.

Kesimpulan

Frank Webster berpendapat berbeda dengan Manuel Castells dalam menjelaskan perubahan sistem informasi pada sektor perekonomian. Menurutnya, Castells terburu-buru menyatakan bahwa perubahan partikular sistem sosial menjadi yang utama akibat revolusi informasi. Frank menyebutkan bahwa perubahan kultur kegiatan ekonomi terjadi karena kemajuan teknologi produksi dan informasi. Melalui analisa Fordist-keynesian, menurutnya teknik produksi mengalami perubahan dan berdampak pada kultur masyarakat. Pernyataan akhir Frank juga berbeda dengan Castells, jika dalam fenomena tersebut Castells menyebutkan terjadi revolusi dan siklus baru terhadap masyarakat (atau apa yang ia sebut dengan information capitalism / new information society), Frank menyebutkan ini tak ubahnya hanya fase setelah era fordism atau yang ia sebut dengan post-fordism dan belum berevolusi pada siklus baru seperti yang dimimpikan Castells.

DAFTAR PUSTAKA

  • Bell, Daniel, 1976, The Cultural Contradictions of Capitalism, Hennemian.
  • Castells, Manuel, 1989, The Informational City: Information Technology, Economic Restructuring and The Urban-Regional Process, Oxford: Blackwell.
  • Webster, Frank, 1995, Theories of the Information Society, London: Routledge publisher.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar